Minggu, 18 Mei 2014

Latarbelakang Jingga


Dalam seteguk kopi yang berada di cangkir transparan, malam terus berlanjut. Fikiran berkecamuk, entah tentang apa. Seperti lelah, lelah yang tak dapat terobati. Dalam tawa dan canda yang terlihat dan terdengar melalui layar kaca, tidak berpengaruh untuk malam ini.

Kubuka pintu rumah, ku hirup sedalam dalamnya udara malam yang sejuk, yang masih basah lantaran terguyur hujan. Ku nyalakan bara dalam lintingan tembakau dan ku hirup sangat dalam. Sesak, se-sesak hati ini, se-sesak rasa ini. Duduk bersila di hamparan marmer yang tersusun rapi. Mata ku menerawang ke angkasa. Seakan mencari bintang, rembulan atau apapun yang mungkin bisa menghiburku. Lama termenung dan tak juga ku menemukan secercah jawaban atas kekalutan malam ini.

“Harus ku buang rasa ini. Di sini gak bisa, mungkin di luar bisa!” Kata ku bergumam. 

Ku ambil jaket, kunci motor beserta helm. Ku keluar rumah mengendarai sepeda motor hitam dan kembali kuhirup udara malam beserta hembusan angin yang menerpa ku. 

Lama sudah aku tak merasakan suasana malam seperti malam itu. Berjalan santai mengendarai motor, melihat kuningnya lampu jalanan dan melihat beberapa kendaraan yang masih berlalu lalang.


Mungkin waktu sudah memasuki dini hari atau bahkan pagi hari. Ku belokkan motor ku ke sebuah restoran siap saji asal Amerika, ku parkirkan, membuka helm dan berjalan masuk untuk memesan beberapa camilan dini hari.


“Selamat pagi?”

“Pagi.”

“Boleh, pesen french fries sama ayam, paha bawah yah.”

“Minumnya?”

“Air mineral.”


Pesanan dihidangkan, ku ambil dan lekas mencari tempat duduk. 

Begitu banyak tempat duduk yang kosong, dan hanya satu yang terisi oleh sepasang muda mudi. Namun aku memilih jauh duduk di tengah dan menghadap ke bagian pemesanan. Dari sudut ini aku bisa melihat sepasang muda mudi tersebut.

Tampaknya mereka masih berumur belasan, namun mendekati pukul 02.00 WIB, masih di berada di luar rumah. 

Satu gigitan di paha ayam yang ku makan, aku masih melihat sepi di dalam restoran ini. Dua dan ketiga gigitan mulai datang. Pertama pasangan yang bisa dibilang matang usianya. Jika di perkirakan berusian 30an tahun. Pasangan kedua adalah kembali pasangan muda mudi. Tampaknya mereka baru bepergian, karena terlihat dari pakaian mereka yang merupakan pakaian pergi. Kemudian masuk kembali pasangan ketiga dan keempat. Kedua pasangan ini sudah bisa dipastikan mengalami kelaparan sebelum terlelap tidur.


“Ini suasana hati sama suasana restoran kenapa saling mendukung yah?” Tanya ku.


Ku palingkan pandangan ku dari pasangan pasangan tadi menuju jendela. Jendela yang ku tatap ini mengarah ke parkiran mobil dan jauh ke jalanan. Kembali ku lihat lalu lalang kendaraan di malam yang hampir pagi itu.


Sesaat terlintas semua masa lalu. Bahagia ku, sedih ku, terpuruk ku, bangkit ku. Bagaikan rol film yang sedang di move forward terlintas jelas kondisi ku saat ini.


“Aku bukan apa apa saat ini. Aku hanya manusia biasa. Tanpa pengenal, tanpa kebanggaan dan tanpa apapun yang menunjukan siapa aku. Jika aku salah, salah lah aku.” Batin aku dalam lamunan ku beberapa saat.


Ku kembalikan pandangan ke beberapa orang di dalam restoran, tak sengaja meneteslah air mata ku. 

Entah sudah berapa banyak french fries yang sudah aku makan, entah sudah berapa teguk air mineral yang sudah ku minum, aku tertegun dengan ini semua.


Ku ambil sepotong french fries ku tatap dalam-dalam, ku celupkan ke kubangan saus dan kemudian ku makan. Pedas, rasa kentang yang barusan ku makan. Namun ke tersentak seakan pikiran ku melayang dan bergerak kembali secara cepat disaat aku mengambil potongan french fries tadi.


“Sepotong kentang, bisa terasa pedas saat di celupkan ke saus.” Pikir ku.


Ku ambil lagi potongan kentang yang lain dan kumakan tanpa mencocolnya dengan saus. Hambar dan asin yang kurasa. 

Mungkin keadaan ini lah yang kuderita saat ini. aku belum bisa menjadi ‘pedas’ seperti kentang yang di celupkan ke saus tadi.


“Akan kah suatu saat aku bisa menjadi ‘pedas’ seperti dulu atau tetap menjadi hambar seperti saat ini?”


Pertanyaan itu terus menghantui ku hingga aku pulang dan tertidur.


Dalam tidur ku, aku merasakan berjalan melayang tanpa tujuan. Berlari melayang tanpa arah. Tak ada secercah cahaya, hanya kesunyian dengan latar belakang jingga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar