Kisah satu keluarga yang berkeliling Ibukota. Ayah, Ibu dan kedua anaknya sangat antusias bertamasya keliling Ibukota menggunakan mobil keluarga. Kedua anak juga antusian melihat sekelilingnya saat mobil berjalan, sambil bertanya ini dan itu.
Ketika dipersimpangan jalan, mobil keluarga itu harus berhenti lajunya karena lampu lalulintas menyala berwarna merah. Saat itu juga sesosok wanita tua renta mendekati sisi kiri mobil mereka sambil mengacungkan wadah berwarna biru. Dengan sigap Ibu mengeluarkan selembar uang Rp 1000 dan membuka kaca kemudian memasukan uang itu ke dalam wadah wanita tua renta itu dengan tersenyum.
"Terima kasih bu," kata wanita tua renta itu.
Kemudian sang anak yang melihat adegan itu bertanya, "bu, kenapa dia dikasih uang?" Kata seorang anaknya. Dengan sabar Ibu menjawab, "kita harus saling tolong menolong nak." Seorang anaknya yang lain kemudia bertanya, "loh, memang dia siapa qok ibu kasih uang?"
Ayah yang sedang mengendarai mobil tersenyum mendengar pertanyaan kedua anaknya. Kemudian dia pun menjelaskan bahwa wanita tua renta itu adalah orang yang tidak seberuntung keluarganya yang biasa disebut 'orang minta-minta'. "Kita yang diberi kelebihan harta harus berbagi dengan orang yang belum beruntung seperti orang minta-minta tadi," jelas Ayah. Dengan perasaan yang senang, kedua anak itu mengerti semua penjelasan orang tua nya, dan melanjutkan melihat keluar jendela.
Kisah diatas merupakan satu contoh kemiskinan yang masih ada di Indonesia yang dibilang negara kaya. Kisah diatas juga masih banyak jenisnya yg sering ditemui.
Namun, apa kita pernah peduli dengan kemiskinan yang melanda disekitar kita. Suatu hari seorang sahabat bercerita. Ia melihat seorang ibu diperkirakan berumur 40 tahun yang memiliki keterbelakangan mental di gebuki oleh dua orang pemuda disalah satu kawasan bisnis Ibukota. Setelah diselidiki, ternyata dua pemuda yang berprofesi pedagang burung ini marah dan kesal karena kandang burung miliknya (mereka berdua) yang merupakan barang dangangannya dirusak oleh Ibu yang tidak waras ini.
Ibu yang tidak waras ini diperlakukan seperti layaknya maling. Ia dipukul, ditendang, dijenggut sampai diludahi. Kejam memang. Tapi itu lah yang terjadi. Setalah selesai, Ibu itu terlihat kesakitan atas perlakuan dua pemuda itu yang sempat menarik perhatian orang sekitar. Ia meringis kesakitan, sambil menangis. "Duh, kasihan sekali," kata sahabat.
Beberapa orang mungkin terasa miris dan iba melihat peristiwa itu, namun ada juga beberapa orang yang cuek terhadap Ibu yang di keroyok itu. "Ah, biarkan saja, itu orang gila qok," komentar beberapa orang yang acuh.
Bagi penulis, kasus itu bukan terletak pada Ibu yang tidak memiliki akal sehat itu, namun sosok Ibu yang dikeroyok oleh dua pemuda. Betapa tega dua pemuda itu mengeroyok Ibu itu. Hanya karena kandang burung dirusak, Ibu yang tidak waras itu menjadi bulan-bulanan dua pemuda. Ironis memang. "Kenapa tidak dibiarkan saja, toh Ibu itu tidak waras, kenapa harus di gebukin?" Kata sahabat.
Masih banyak contoh lainnya jika kita peduli dengan lingkungan sekitar. Mereka seperti itu bukan kemauan mereka, namun keadaan yang membuat mereka seperti itu. Bukan hanya sumbangan dari kita yang mereka butuhkan, tetapi mereka perlu diperhatikan. Jangan berpaling muka jika melihat mereka, tapi lihatlah kenyataan dan jadikan mereka sebagai bahan untuk berkaca diri.
Masih banyak contoh lainnya jika kita peduli dengan lingkungan sekitar. Mereka seperti itu bukan kemauan mereka, namun keadaan yang membuat mereka seperti itu. Bukan hanya sumbangan dari kita yang mereka butuhkan, tetapi mereka perlu diperhatikan. Jangan berpaling muka jika melihat mereka, tapi lihatlah kenyataan dan jadikan mereka sebagai bahan untuk berkaca diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar