Tidak
berasa saat saya menulis ini sudah 5 tahun 7 bulan bekerja dibindang
jurnalistik. Sebenarnya kalau boleh jujur, dunia ini bukan yang saya
mau. Tapi karena tertarik dan merasa “ini yang gw mau”,
jadi terus sampai saat ini.
Kembali
ke 5,7 tahun yang lalu, saat saya masih menjadi mahasiswa. Saya
melakukan kerja kuliah praktek di radio milik pemerintah sebagai
seorang wartawan. Sebulan saya magang di radio itu, ternyata banyak
yang saya dapat yang sebenarnya tidak saya dapat di bangku kuliah.
Selesai itu, ternyata saya dianggap bagus dan diminta untuk menaruh
CV di radio itu. Sebagai seorang mahasiswa yang lelah memakai uang
orang tua, akhirnya saya merasa tertantang untuk menaruh CV.
Berbagai
test dari test tertulis hingga tes reportase saya jalankan, dan tidak
menyangka juga bisa diterima. Awalnya saya masih belum percaya diri
untuk melakukan reportase yang bagus. Jangan kan reportase, apa yang
harus saya lakukan juga saya tidak tahu. Jadi ingat oleh kata-kata
pemimpin saya di radio itu “semua bisa jadi berita”. Berawal dari
itu lah saya mencoba untuk meliput keluar kantor.
Pengalaman
pertama liputan deg-degan cenderung seperti orang yang
kehilangan arah. Untung kemauan saya untuk bisa sangat tinggi jadi
berhasil meliput. Berawal menjadi wartawan cadangan untuk meliput di
wilayah Jakarta Pusat dan Selatan. Lebih tepatnya sebenarnya wartawan
spesialis demonstrasi dan event. Lalu naik meliput tentang
persidangan. Dan sekali lagi saya harus bilang “apa yang mau gw
liput??”.
Dari
hasil meliput persidangan beberapa kali, akhirnya dikukuhkan lah saya
sebagai reporter hukum alias spesialis persindangan. Padahal saat itu
reportase saya tidak begitu bagus. Lebih mengarah ke berantakan.
Setelah hampir 1 tahun bekerja, saya dipindah tugaskan di Tangerang.
Mulai diberi kepercayaan untuk ngepos ceritanya.
Dan liputan pertama kali di Tangerang adalah jebolnya tanggul Situ
Gintung. Disanalah saya untuk pertama kalinya sebagai wartawan
melihat mayat korban bencana berserakan di posko penampungan.
Justru
disitulah seninya jadi wartawan yang belakangan saya tahu namanya
wartawan taruna. Seminggu berturut-turut saya memantau tentang Situ
Gintung, dan untuk pengalaman pertama saya live report
untuk nasional, yang artinya suara saya terdengar di seluruh
Indonesia. Gemetaran pasti dan takut salah juga. Karena sudah
terbiasa live walau
regional Jakarta, jadi mengalir saja.
Peristiwa
besar lainnya yang saya liput di Tangerang adalah saat liputan
persidangan Prita Mulyasari terdakwa penghinaan Rumah Sakit Omni
Internasional Serpong dan 4 tersangka penembakan bos PT Putra
Rajawali Banjaran Nazarudin Zulkarnaen yang menyeret Ketua KPK
Antasari Azhar jadi aktor intelektualnya. Pengalaman ini benar-benar
tidak bisa saya lupakan karena selain saya sering live
report untuk nasional, saya juga
banyak menghasilkan berita. Kalau boleh diartikan dalam diri sendiri,
berprestasi.
Banyak
peristiwa yang saya liput saat menjadi wartawan Tangerang. Dari
konflik, penemuan mayat pembunuhan, gantung diri, kebakaran,
kecelakaan pesawat sampai penggagalan peredaran narkotika. Kenal
begitu banyak pejabat daerah juga jadi suatu pengalaman yang luar
biasa. Dua setengah tahun merupakan waktu yang singkat untuk
meninggalkan Tangerang dengan begitu banyak kenangan dan pengalaman
liputannya.
Selain
kegiatan peliputan dan live report, di
radio itu juga saya belajar bagaimana membaca berita, dimulai dari
membaca berita betawi. Berita betawi jadi pengalaman yang tak
terlupakan buat saya, karena saya ditunjuk sebagai pembuat dan
pembaca beritanya walaupun rekaman bukan live.
3,5
tahun waktu yang cukup untuk memutuskan pindah dari radio yang
membesarkan nama saya. Saya memutuskan untuk pindah ke media online
sebagai asisten redaktur. Satu bulan menjadi asisten redaktur, karena
kekurangan awak, jadi saya menyatakan untuk terjun liputan kembali
dan dipercaya memegang hukum dengan di pos kan di Markas Besar Polri,
Kejaksaan Agung dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hampir
sama dengan liputan-liputan biasanya, Mabes Polri hanya menunggu
rilis, doorstop, pemeriksaan
dan mungkin laporan dari pejabat negara. Kejaksaan Agung yah hampir
sama dengan Mabes Polri. Sedangkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
sama juga seperti persidangan lainnya. Tapi yang terkesan saat saya
meliput di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah saat saya liputan
sidang vonis Abu Bakar Baashir terdakwa teroris yang paling dicari,
dan sidang Pengajuan Kembali atas vonis bersalahnya Mantan Ketua KPK
Antasari Azhar dalam kasus pembunuhan Bos PT Putra Rajawali Banjaran,
Nazarudin Zulkarnaen. Sebenarnya tidak terlalu terkesan juga, karena
hanya mengikuti sidangnya saja.
Tapi
ada yang menarik saat menjadi wartawan online. Saya harus terbiasa
dengan transkrip wawancara dan menulis ulang menjadi satu berita yang
mempunyai nilai berita. Dan tantangannya adalah harus bisa berbeda
dengan wartawan online lainnya.
Lima
bulan berlalu dan kembali saya pindah haluan ke media elektronik
yaitu TV. Inilah yang sebenarnya saya inginkan sejak pertama jadi
wartawan. Saya ingin sekali jadi wartawan TV. Karir saya di jurnalis
televisi dimulai disini sebagai video jurnalist. Awalnya
saya berharap ditaruh di divisi news. Tapi
kenyataan tidak, saya dipercaya sebagai VJ di program berita anak dan
remaja. Sempat kecewa sebenarnya, tapi saat dijalankan saya mendapat
tantangan baru yaitu, mewawancarai anak yang biasa disebut dengan
foxpop.
Jujur
selama saya jadi wartawan banyak pejabat negara, daerah dan apapun
itu yang saya wawancara. Baik yang eksklusif maupun bersama wartawan
lainya. Tapi saat di berita anak dan remaja, saya kesulitan untuk
mewawancarai anak, dan sampai sekarang. Pengalaman baru memang, baru
sekali lebih tepatnya. Tapi sekali lagi, saya mencoba untuk
profesional, dan terus belajar dari semua yang saya jalani. Dan
ternyata saya masih bertahan hingga 11 bulan saya bekerja di TV ini.
Sekarang
5.7 tahun saya menjadi wartawan. Dunia tulis-menulis sudah menjadi
makanan saya hampir setiap hari. Terus terang, saya jatuh cinta
dengan pekerjaan ini, dan saya belum berfikir untuk keluar dari dunia
yang serba spesial. Dunia jurnalistik merupakan dunia kebebasan untuk
saya dan mungkin untuk semua orang yang pernah menjadi jurnalis.
Akses
yang mudah, fasilitas yang dinomor satu kan dan selalu menjadi
perhatian banyak orang. Memang banyak yang mengatakan wartawan tidak
akan bisa menjadi kaya. Tapi menurut saya wartawan sangat kaya dengan
informasi dan pengalaman. Hal ini terbukti dari banyaknya orang yang
ingin menjadi wartawan, baik dari wartawan media abal-abal
sampai media terbaik sekali pun.
Saya
masih ingin terus menjadi wartawan. Jenjang karir saya masih panjang
dalam dunia jurnalistik. Mungkin saya akan berhenti menjadi jurnalis
saat saya menjadi pemimpin redaksi atau mungkin saat saya sudah tidak
dibutuhkan didunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar