Minggu, 23 September 2012

Lima Tahun Lalu



Tidak berasa saat saya menulis ini sudah 5 tahun 7 bulan bekerja dibindang jurnalistik. Sebenarnya kalau boleh jujur, dunia ini bukan yang saya mau. Tapi karena tertarik dan merasa “ini yang gw mau”, jadi terus sampai saat ini.

Kembali ke 5,7 tahun yang lalu, saat saya masih menjadi mahasiswa. Saya melakukan kerja kuliah praktek di radio milik pemerintah sebagai seorang wartawan. Sebulan saya magang di radio itu, ternyata banyak yang saya dapat yang sebenarnya tidak saya dapat di bangku kuliah. Selesai itu, ternyata saya dianggap bagus dan diminta untuk menaruh CV di radio itu. Sebagai seorang mahasiswa yang lelah memakai uang orang tua, akhirnya saya merasa tertantang untuk menaruh CV.

Berbagai test dari test tertulis hingga tes reportase saya jalankan, dan tidak menyangka juga bisa diterima. Awalnya saya masih belum percaya diri untuk melakukan reportase yang bagus. Jangan kan reportase, apa yang harus saya lakukan juga saya tidak tahu. Jadi ingat oleh kata-kata pemimpin saya di radio itu “semua bisa jadi berita”. Berawal dari itu lah saya mencoba untuk meliput keluar kantor.

Pengalaman pertama liputan deg-degan cenderung seperti orang yang kehilangan arah. Untung kemauan saya untuk bisa sangat tinggi jadi berhasil meliput. Berawal menjadi wartawan cadangan untuk meliput di wilayah Jakarta Pusat dan Selatan. Lebih tepatnya sebenarnya wartawan spesialis demonstrasi dan event. Lalu naik meliput tentang persidangan. Dan sekali lagi saya harus bilang “apa yang mau gw liput??”.

Dari hasil meliput persidangan beberapa kali, akhirnya dikukuhkan lah saya sebagai reporter hukum alias spesialis persindangan. Padahal saat itu reportase saya tidak begitu bagus. Lebih mengarah ke berantakan. Setelah hampir 1 tahun bekerja, saya dipindah tugaskan di Tangerang. Mulai diberi kepercayaan untuk ngepos ceritanya. Dan liputan pertama kali di Tangerang adalah jebolnya tanggul Situ Gintung. Disanalah saya untuk pertama kalinya sebagai wartawan melihat mayat korban bencana berserakan di posko penampungan.

Justru disitulah seninya jadi wartawan yang belakangan saya tahu namanya wartawan taruna. Seminggu berturut-turut saya memantau tentang Situ Gintung, dan untuk pengalaman pertama saya live report untuk nasional, yang artinya suara saya terdengar di seluruh Indonesia. Gemetaran pasti dan takut salah juga. Karena sudah terbiasa live walau regional Jakarta, jadi mengalir saja.

Peristiwa besar lainnya yang saya liput di Tangerang adalah saat liputan persidangan Prita Mulyasari terdakwa penghinaan Rumah Sakit Omni Internasional Serpong dan 4 tersangka penembakan bos PT Putra Rajawali Banjaran Nazarudin Zulkarnaen yang menyeret Ketua KPK Antasari Azhar jadi aktor intelektualnya. Pengalaman ini benar-benar tidak bisa saya lupakan karena selain saya sering live report untuk nasional, saya juga banyak menghasilkan berita. Kalau boleh diartikan dalam diri sendiri, berprestasi.

Banyak peristiwa yang saya liput saat menjadi wartawan Tangerang. Dari konflik, penemuan mayat pembunuhan, gantung diri, kebakaran, kecelakaan pesawat sampai penggagalan peredaran narkotika. Kenal begitu banyak pejabat daerah juga jadi suatu pengalaman yang luar biasa. Dua setengah tahun merupakan waktu yang singkat untuk meninggalkan Tangerang dengan begitu banyak kenangan dan pengalaman liputannya.

Selain kegiatan peliputan dan live report, di radio itu juga saya belajar bagaimana membaca berita, dimulai dari membaca berita betawi. Berita betawi jadi pengalaman yang tak terlupakan buat saya, karena saya ditunjuk sebagai pembuat dan pembaca beritanya walaupun rekaman bukan live.

3,5 tahun waktu yang cukup untuk memutuskan pindah dari radio yang membesarkan nama saya. Saya memutuskan untuk pindah ke media online sebagai asisten redaktur. Satu bulan menjadi asisten redaktur, karena kekurangan awak, jadi saya menyatakan untuk terjun liputan kembali dan dipercaya memegang hukum dengan di pos kan di Markas Besar Polri, Kejaksaan Agung dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Hampir sama dengan liputan-liputan biasanya, Mabes Polri hanya menunggu rilis, doorstop, pemeriksaan dan mungkin laporan dari pejabat negara. Kejaksaan Agung yah hampir sama dengan Mabes Polri. Sedangkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sama juga seperti persidangan lainnya. Tapi yang terkesan saat saya meliput di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah saat saya liputan sidang vonis Abu Bakar Baashir terdakwa teroris yang paling dicari, dan sidang Pengajuan Kembali atas vonis bersalahnya Mantan Ketua KPK Antasari Azhar dalam kasus pembunuhan Bos PT Putra Rajawali Banjaran, Nazarudin Zulkarnaen. Sebenarnya tidak terlalu terkesan juga, karena hanya mengikuti sidangnya saja.

Tapi ada yang menarik saat menjadi wartawan online. Saya harus terbiasa dengan transkrip wawancara dan menulis ulang menjadi satu berita yang mempunyai nilai berita. Dan tantangannya adalah harus bisa berbeda dengan wartawan online lainnya.

Lima bulan berlalu dan kembali saya pindah haluan ke media elektronik yaitu TV. Inilah yang sebenarnya saya inginkan sejak pertama jadi wartawan. Saya ingin sekali jadi wartawan TV. Karir saya di jurnalis televisi dimulai disini sebagai video jurnalist. Awalnya saya berharap ditaruh di divisi news. Tapi kenyataan tidak, saya dipercaya sebagai VJ di program berita anak dan remaja. Sempat kecewa sebenarnya, tapi saat dijalankan saya mendapat tantangan baru yaitu, mewawancarai anak yang biasa disebut dengan foxpop.

Jujur selama saya jadi wartawan banyak pejabat negara, daerah dan apapun itu yang saya wawancara. Baik yang eksklusif maupun bersama wartawan lainya. Tapi saat di berita anak dan remaja, saya kesulitan untuk mewawancarai anak, dan sampai sekarang. Pengalaman baru memang, baru sekali lebih tepatnya. Tapi sekali lagi, saya mencoba untuk profesional, dan terus belajar dari semua yang saya jalani. Dan ternyata saya masih bertahan hingga 11 bulan saya bekerja di TV ini.

Sekarang 5.7 tahun saya menjadi wartawan. Dunia tulis-menulis sudah menjadi makanan saya hampir setiap hari. Terus terang, saya jatuh cinta dengan pekerjaan ini, dan saya belum berfikir untuk keluar dari dunia yang serba spesial. Dunia jurnalistik merupakan dunia kebebasan untuk saya dan mungkin untuk semua orang yang pernah menjadi jurnalis.

Akses yang mudah, fasilitas yang dinomor satu kan dan selalu menjadi perhatian banyak orang. Memang banyak yang mengatakan wartawan tidak akan bisa menjadi kaya. Tapi menurut saya wartawan sangat kaya dengan informasi dan pengalaman. Hal ini terbukti dari banyaknya orang yang ingin menjadi wartawan, baik dari wartawan media abal-abal sampai media terbaik sekali pun.

Saya masih ingin terus menjadi wartawan. Jenjang karir saya masih panjang dalam dunia jurnalistik. Mungkin saya akan berhenti menjadi jurnalis saat saya menjadi pemimpin redaksi atau mungkin saat saya sudah tidak dibutuhkan didunia ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar