Kamis, 22 November 2012

Kau Disana Aku Disini


Hubungan jarak jauh atau bahasa jawa nya long distance relationship (LDR). Kalimat itu sedikit sensitif untuk sebagian orang. Bagaimana tidak, banyak orang yang menyatakan kalau tidak bisa menjalankan hubungan jarak jauh padahal mereka belum merasakannya.

Tapi saya, jelas sudah merasakannya. Tulisan ini saya tulis ketika saya sedang dinas ke Makassar, Sulawesi Selatan. Saat saya ditugaskan oleh kantor, saya sedang menjalankan hubungan dengan kekasih saya yang baru jalan dua bulan. Kalau bayi mungkin lagi lucu-lucunya. Padahal saya ditugaskan hanya 6 hari. Waktu yang sebentar sebenarnya, tapi kangennya dengan pacar berasa 6 tahun. Sampai disini saya belum mau mengatakan bagaimana rasanya. Saya akan mengatakan setelah saya selesai menulis ini atau kalian bisa menebaknya sendiri.

Perbedaan jarak yang sangat jauh karena berbicara antar pulau serta perbedaan waktu dengan Ibukota Indonesia, Jakarta membuat hubungan ini terasa sangat jauh dan lama. Tapi untungnya ini masih dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagaimana dengan mereka yang melakukan hubungan wanita ada di Indonesia dan Pria ada di luar negeri, atau sebaliknya.

Ada pengalaman menarik tentang LDR ini. Orang tua seorang sahabat saya. Ibu sahabat saya ini tinggal di Jakarta dan mengurus anak-anaknya. Sedangkan Ayahnya bekerja di Arab Saudi. Bukan sebagai TKI tentunya, entah sebagai apa, yang jelas pekerjaannya jelas. Jujur saya juga tidak mengetahui pasti sudah berapa lama ayah sahabat saya ini bekerja di Timur dari dunia ini. Tapi yang jelas, sampai saat ini mamake biasa saya panggil, tetap setia menunggu dan pasti menerima duit dari sang suami. Simple sebenarnya, karena mereka sudah tua juga. Sahabat saya saja anak pertama dari pasangan suami isteri yang hebat ini. Selain itu juga sahabat saya ini sudah menikah. Terbayang umur dari orang tuanya. Tapi tetap saya acungi empat jempol untuk mamake dan bapak ini.

Ada lagi cerita dari seorang teman lama saya yang mempunyai cerita juga tentang LDR. Dalam cerita ini teman saya perempuan sedangkan sang kekasihnya pria yang saya lupa berada dimana. Yang pasti masih di Indonesia. Awalnya mereka menikmati LDR ini, dan saat itu juga ungkapan negatif sebagian orang tentang LDR terbantahkan. “Buktinya teman gue bisa ngejalaninnya”, kata saya dengan bangganya. Tapi apa yang saya dengar setelah berjalan beberapa bulan? Mereka putus, dengan alasan jarang berkomunikasi. Serasa saya menjilat bantahan saya.

Ada satu contoh kasus juga, teman saya juga. Dan lagi-lagi teman saya ini perempuan. Saya baru tahu kalau teman saya ini mempunyai kekasih yang tinggal dan bekerja di Makassar. Saat itu yang terlintas di benak saya, “bagaimana awal mereka bertemu kalau cowok nya di Makassar sedangkan ceweknya di Jakarta?”. Biarlah itu jadi pertanyaan yang tak pernah terjawab. Singkat cerita mereka pacaran entah berapa lama, dan tiba-tiba mereka menyebar undangan pernikahannya. Dan setelah nikah mereka berdua saat ini tinggal di Makassar. Untuk kali ini saya tidak menyimpulkan apakah LDR itu positif atau negatif.

Kembali ke saya. Jujur saya merasa kangen dengan kekasih saya di Jakarta, padahal baru beberapa hari di Makassar. Melalui pesan singkat dan pesan khusus beri hitam, kekasih saya mengungkapkan betapa rindunya dia kepada saya. Bangga pertama yang saya rasakan. Bagaimana tidak, saya dirindukan oleh perempuan di seberang pulau sana. Tapi dampak yang saya tahu dari cerita kekasih saya adalah dia sampai kesal dan marah-marah sendiri. Jadi uring-uringan dan yang paling ekstrim, dia minta saya pulang saat itu juga.

Baiklah itu lah dampak dari LDR yang mungkin tidak kita sadari. Tapi ternyata nyata sekali dan bisa dilihat disekeliling kita bahkan mungkin kita sendiri juga merasakannya. Selain homesick kita juga akan merasakan pacarsick, karena kekasih tersayang saya namanya Wiwik jadi saya sering sebut dengan wiwiksick.

Inti dari tulisan ini tidak selamanya long distance relationship itu mempunyai dampak yang negatif, tetapi saya juga tidak mengatakan kalau LDR itu positif. Mungkin masing-masing orang punya pendapat dan daya tahan dirinya masing-masing terhadap LDR. Satu saran dari saya untuk yang terjebak di lingkaran LDR, saling percaya saja dan tetap jaga komunikasi. Tapi saya juga belum mendapatkan rumusan untuk meredakan rindu saat menjalani LDR.

Hanya waktu yang bisa mengendalikannya dan pada awalnya memang sulit untuk diterima. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar