Minggu, 18 Desember 2011

Renungan Cafe Malam

Duduk disebuah kursi yang berada di pojokan Cafe. Termenung sendiri, hanya ditemani Notebook yang terhubung dengan jaringan Internet Nirkabel dan dentuman berbagai macam aliran musik yang terdengar dari alat pemutar musik yang ku bawa.

Melihat di sekeliling ada banyak kursi-kursi kosong yang entah kenapa dalam benakku bertanya "kenapa aku bukan duduk di kursi itu dan kursi itu?".
"Begitu banyak kursi tapi kenapa aku memilih kursi yang berada di pojokan cafe?"

Lama aku bergumam didalam hati dan terfikir satu jawaban dari berbagai macam pertanyaan yang dari tadi aku tanyakan ke diriku sendiri. Namun, entah apa itu akupun masih belum bisa menjawabnya.

Kembali kuperhatikan disekeliling ku, ada beberapa orang yang sedang asik berbincang dengan temannya. Terlihat seperti membicarakan hal yang menyenangkan, karena mereka berbicara sambil tertawa.

Sedangkan di sisi lainnya, terlihat sepasang kekasih yang tampak sedang berbincang serius soal hubungannya. Dari mimik sang lelaki tampak suatu kemarahan yang disimpannya.

Disudut lainnya ada pasangan suami isteri yang tergolong muda sedang memberi makan anaknya. Isteri yang menggunakan Kerudung dan berdandan secara sederhana terlihat cantik dan menawan ditemani oleh tutur kata yang halus dan sopan meski berbicara dengan sang suami dan anaknya.

Berbagai macam penggambaran yang kulihat pada malam itu, namun ku tidak bisa membaca apa dan kenapa orang yang berada di sekitarku. Teringat dari buku yang ku baca karangan Radhitya Dika yang aku lupa judul dan bab berapa. Dalam buku itu dia menceritakan kehampaan hatinya karena baru diputus oleh pacarnya kebo. Dia sambil mendengarkan musik dan dalam perjalanan pergi menuju suatu tempat bergumam sendiri.

Dia tidak mengetahui apa yang telah terjadi pada seseorang. Ada yang tertawa terbahak-bahak, tapi mana kita tahu dia habis jatuh dari tangga. Ada juga seseorang yang sedang tertidur pulas sampai mulutnya menganga, mana kita tahu juga bahwa dia habis mendapat kabar keluarganya ada yang meninggal.

Memang kita tidak akan pernah tahu apa yang sudah terjadi pada orang yang ada di sekeliling kita. Kita hanya bisa mengetahui apa yang sudah terjadi pada diri kita sendiri.

Saat aku menulis ini aku jadi teringat dengan kalimat yang begitu tajam dikatakan oleh Apin yang diperankan oleh Udjo Project Pop kepada Ardi yang diperankan oleh Wingky Wiryawan dalam Film Mengejar Matahari beberapa tahun silam. Apin membentak Ardi dengan kalimat "lo ga akan tau apa yang lo punya sebelom semuanya ilang".

Memang kalimat yang tajam saat kita dengar. Aku pun sempat terpana dengan kalimat itu. Namun saat ini aku benar-benar merasakan maksud dari kalimat itu.
Meski kita sudah melakukan yang terbaik untuk seseorang saat ia masih ada namun kita akan merasakan kekurangan saat seseorang itu tidak ada.

Kembali yang kutulis tadi, aku bisa merasakan apa yang kurasakan, tapi aku tidak bisa merasakan apa yang orang lain rasakan. Orang di Cafe mungkin bisa berbahagia pada malam itu. Tapi siapa yang tahu mereka telah mendapatkan kabar buruk atau bahkan merekalah yang telah merasakan hal buruk.

Aku memilih Kursi di Pojokkan cafe karena aku memang senang menyendiri. Sejak kehilangan orang yang paling aku sayang, aku lebih sering menghabiskan waktu untuk menyendiri. Entah apa yang aku perbuat, atau apakah ini lazim untuk ku perbuat.

Berbekal Musik yang ada di pemutar musik ku, dan sebuah notebook peninggalan yang tersayang, aku bisa lebih baik menikmati hidupku, meski tetap merasakan rasa bersalah atas kejadian yang menimpa pengisi hati ku.

Kehancuran hati ini bukan untuk diratapi, tapi harus ada cambuk untuk merubah ini semua. Ditempat itu, entah sudah berapa gelas kopi dan botol air mineral yang aku minum, aku harus bisa berubah. Bukan berubah rasa pada engkau, tapi berubah sikapku atas kemarahanku pada diriku sendiri, rasa penyesalanku pada diriku sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar