Senin, 20 Agustus 2012

Rasa Lebaran


Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H, Minal Aidin Walfaizin, Mohon Maaf Lahir dan Bathin.

Senangnya bertemu lebaran ditahun ini. Apa yang terfavorit dalam lebaran?? ketupat, opor ayam, rendang atau Tunjangan Hari Raya (THR)??

Semuanya pasti menjadi favorit semua orang. Karena lebaran pasti ditunggu-tunggu oleh umat muslim didunia. Bahkan umat non muslim juga banyak yang menunggu moment lebaran. Moment discount di beberapa pusat perbelanjaan tentunya.

Kalau jaman dulu, katanya lebaran itu harus dirayakan dengan suka cita, senang-senang dan bahagia. Tidak boleh bersedih-sedih dan menangis. Tapi hampir semua orang menangis saat lebaran ketika harus sungkem kepada orang tua, termasuk saya.

Perayaan lebaran mungkin semua umat muslim merayakan secara suka cita. Tapi dibeberapa daerah ada yang merayakan lebaran secara sederhana atau bahkan seadanya, seperti ditenda pengungsian korban bencana, di kolong jembatan dan juga para kaum dhuafa seperti pemulung dll.

Jadi ingat percakapan saya dengan seorang pemulung yang sedang beristirahat di depan perumahan, saat malam takbiran tahun ini.

P (Pemulung) : “Numpang yah mas?”
S (Saya) : “Oh, silahkan pak. Ga ada yang larang qok”.
P : “Ga mudik mas?”
S : “Ga pak, keluarga ngumpul semua di rumah”.

Diam sejenak lalu si bapak yang saya kira berumur 40 tahunan kembali berbicara

P : “Kampung mas dimana?”
S : “Di Kebumen pak, kampung ibu sih. Saya mah di Jakarta lahirnya”.
P : “Sekarang naik kereta mahal ya?”
S : “Iya pak”.
P : “Dulu saya masih bisa kebeli tiket kereta walaupun yang ekonomi, tapi sekarang
ekonomi ajah saya ga sanggup”.

Karena saya tertegun, saya diam dan tidak berani berkomentar lebih. Dalam diam saya, bapak pemulung itu kembali melanjutkan perbincangannya.

P : “Kampung saya sih di Manado, tapi dulu saya pulang ke kampung istri di Madiun.”

Kembali saya terdiam.

Dari percakapan itu saya sedikit bergelinang air mata dan sempat shock dihati. Saya melihat kelangit dentuman petasan dan kembang api menghiasi langit saat kemeriahan malam takbiran. Tapi disisi lain, ada orang yang berharap untuk berkumpul bersama keluarga di kampung halaman, namun tak sanggup karena tidak ada biaya. Itulah realita hidup yang mungkin kita semua tidak pernah menyadari, padahal ada didepan mata.

Beberapa waktu sebelum menulis ini juga saya membaca beberapa “kicauan” di media jejaring sosial milik teman saya. Ada yang menulis tentang kemeriahan lebaran, suka cita, yang mudik, yang terkena macet, dan yang sedang liburan hari raya.

Tapi menarik buat saya membaca “kicauan” seorang teman yang umurnya jauh dibawah saya. Dalam “kicauan” -nya dia mengeluh tentang bedanya lebaran dulu dengan tahun ini. Dia bercerita, kalau lebaran tahun ini berbeda dengan dulu. Dulu saat perayaan lebaran, semua keluarganya berkumpul, tapi sekarang karena hampir semua keluarganya pindah keluar negeri, ditambah kemelut dalam keluarga jadilah dia kesepian dalam lebaran tahun ini.

Kenapa saya bilang menarik, karena kisah dia dengan kisah saya hampir sama walaupun saya masih ada keluarga yang bisa merayakan lebaran bersama-sama.

Lebaran tahun ini buat saya biasa saja, kalau anak ABG jaman sekarang bilang flat. Kenapa? Karena saya tidak memiliki pasangan pada lebaran tahun ini. Biasa bukan?? Bukan hanya itu, selama lima tahun saya merayakan lebaran bersama pasangan saya atau biasa disebut dengan pacar saya. Tapi tahun ini pacar saya sudah berada si tempat terindah yang jauh disana.

Dulu Lebaran hari pertama siang harinya saya menelfon untuk mengucapkan selamat lebaran, tapi tahun ini siang harinya di hari pertama lebaran, saya mengirimkan doa untuk nya. Saya berfikir, mungkin kalau dia masih didunia ini, lebaran tahun ini saya dan dia bisa merayakan bersama sebagai pasangan suami isteri.

Bagaimana pun rasa dalam lebaran yang kita rasakan, berfikirlah kalau kita akan mendapat yang terbaik dari semua itu. Ada manis, ada pahit. Ada positif ada negatif. Ada di atas, ada juga di bawah. Itu lah siklus hidup manusia. Kita tidak akan pernah tahu suatu saat dilebaran yang akan datang nanti, pemulung yang berbincang dengan saya menjadi jutawan dan menarik banyak pekerja. Kita juga tidak akan pernah tahu teman saya suatu saat dilebaran yang akan datang nanti akan berkumpul dengan keluarga besarnya, begitu pun juga saya, saya tidak akan pernah tahu suatu saat dilebaran yang akan datang nanti sudah memiliki pasangan atau pun isteri.

Kita hanya bisa menebak-nebak saja, tanpa kita tidak akan tahu apa yang terjadi didepan kita. Itu saya sebut dengan “Skenario Tuhan”.

Lebaran akan tetap datang terus setiap tahunnya. Namun cerita dalam lebaran ditiap tahunnya pasti terus berubah seiring dengan keadaan dan daya psikis dari kita. Yang pasti, lebaran tahun ini sudah mulai menjauh, doa dan harapan kita pun kita layangkan kepada Tuhan.

Semoga terkabul semua doa dan harapan kita. Semoga bertemu lagi dengan lebaran yang akan datang, dan semoga cerita dalam lebaran yang akan datang berbeda dengan sebelumnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar