Selamat
Hari Raya Idul Fitri 1433 H, Minal Aidin Walfaizin, Mohon Maaf Lahir
dan Bathin.
Senangnya
bertemu lebaran ditahun ini. Apa yang terfavorit dalam lebaran??
ketupat, opor ayam, rendang atau Tunjangan Hari Raya (THR)??
Semuanya
pasti menjadi favorit semua orang. Karena lebaran pasti
ditunggu-tunggu oleh umat muslim didunia. Bahkan umat non muslim juga
banyak yang menunggu moment lebaran. Moment discount di beberapa
pusat perbelanjaan tentunya.
Kalau
jaman dulu, katanya lebaran itu harus dirayakan dengan suka cita,
senang-senang dan bahagia. Tidak boleh bersedih-sedih dan menangis.
Tapi hampir semua orang menangis saat lebaran ketika harus sungkem
kepada orang tua, termasuk saya.
Perayaan
lebaran mungkin semua umat muslim merayakan secara suka cita. Tapi
dibeberapa daerah ada yang merayakan lebaran secara sederhana atau
bahkan seadanya, seperti ditenda pengungsian korban bencana, di
kolong jembatan dan juga para kaum dhuafa seperti pemulung dll.
Jadi
ingat percakapan saya dengan seorang pemulung yang sedang
beristirahat di depan perumahan, saat malam takbiran tahun ini.
P
(Pemulung) : “Numpang yah mas?”
S
(Saya) : “Oh, silahkan pak. Ga ada yang larang qok”.
P
: “Ga mudik mas?”
S
: “Ga pak, keluarga ngumpul semua di rumah”.
Diam
sejenak lalu si bapak yang saya kira berumur 40 tahunan kembali
berbicara
P
: “Kampung mas dimana?”
S
: “Di Kebumen pak, kampung ibu sih. Saya mah di Jakarta lahirnya”.
P
: “Sekarang naik kereta mahal ya?”
S
: “Iya pak”.
P
: “Dulu saya masih bisa kebeli tiket kereta walaupun yang ekonomi,
tapi sekarang
ekonomi ajah
saya ga sanggup”.
Karena
saya tertegun, saya diam dan tidak berani berkomentar lebih. Dalam
diam saya, bapak pemulung itu kembali melanjutkan perbincangannya.
P
: “Kampung saya sih di Manado, tapi dulu saya pulang ke kampung
istri di Madiun.”
Kembali
saya terdiam.
Dari
percakapan itu saya sedikit bergelinang air mata dan sempat shock
dihati. Saya melihat kelangit dentuman petasan dan kembang api
menghiasi langit saat kemeriahan malam takbiran. Tapi disisi lain,
ada orang yang berharap untuk berkumpul bersama keluarga di kampung
halaman, namun tak sanggup karena tidak ada biaya. Itulah realita
hidup yang mungkin kita semua tidak pernah menyadari, padahal ada
didepan mata.
Beberapa
waktu sebelum menulis ini juga saya membaca beberapa “kicauan” di
media jejaring sosial milik teman
saya. Ada yang menulis tentang kemeriahan lebaran, suka cita, yang
mudik, yang terkena macet, dan yang sedang liburan hari raya.
Tapi
menarik buat saya membaca “kicauan” seorang teman yang umurnya
jauh dibawah saya. Dalam “kicauan” -nya dia mengeluh tentang
bedanya lebaran dulu dengan tahun ini. Dia bercerita, kalau lebaran
tahun ini berbeda dengan dulu. Dulu saat perayaan lebaran, semua
keluarganya berkumpul, tapi sekarang karena hampir semua keluarganya
pindah keluar negeri, ditambah kemelut dalam keluarga jadilah dia
kesepian dalam lebaran tahun ini.
Kenapa
saya bilang menarik, karena kisah dia dengan kisah saya hampir sama
walaupun saya masih ada keluarga yang bisa merayakan lebaran
bersama-sama.
Lebaran
tahun ini buat saya biasa saja, kalau anak ABG jaman sekarang bilang
flat. Kenapa? Karena
saya tidak memiliki pasangan pada lebaran tahun ini. Biasa bukan??
Bukan hanya itu, selama lima tahun saya merayakan lebaran bersama
pasangan saya atau biasa disebut dengan pacar saya. Tapi tahun ini
pacar saya sudah berada si tempat terindah yang jauh disana.
Dulu
Lebaran hari pertama siang harinya saya menelfon untuk mengucapkan
selamat lebaran, tapi tahun ini siang harinya di hari pertama
lebaran, saya mengirimkan doa untuk nya. Saya
berfikir, mungkin kalau dia masih didunia ini, lebaran tahun ini saya
dan dia bisa merayakan bersama sebagai pasangan suami isteri.
Bagaimana
pun rasa dalam lebaran yang kita rasakan, berfikirlah kalau kita akan
mendapat yang terbaik dari semua itu. Ada manis, ada pahit. Ada
positif ada negatif. Ada di atas, ada juga di bawah. Itu lah siklus
hidup manusia. Kita tidak akan pernah tahu suatu saat dilebaran yang
akan datang nanti, pemulung yang berbincang dengan saya menjadi
jutawan dan menarik banyak pekerja. Kita juga tidak akan pernah tahu
teman saya suatu saat dilebaran yang akan datang nanti akan berkumpul
dengan keluarga besarnya, begitu pun juga saya, saya tidak akan
pernah tahu suatu saat dilebaran yang akan datang nanti sudah
memiliki pasangan atau pun isteri.
Kita
hanya bisa menebak-nebak saja, tanpa kita tidak akan tahu apa yang
terjadi didepan kita. Itu saya sebut dengan “Skenario Tuhan”.
Lebaran
akan tetap datang terus setiap tahunnya. Namun cerita dalam lebaran
ditiap tahunnya pasti terus berubah seiring dengan keadaan dan daya
psikis dari kita. Yang pasti, lebaran tahun ini sudah mulai menjauh,
doa dan harapan kita pun kita layangkan kepada Tuhan.
Semoga
terkabul semua doa dan harapan kita. Semoga bertemu lagi dengan
lebaran yang akan datang, dan semoga cerita dalam lebaran yang akan
datang berbeda dengan sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar